Ida Pedanda Gde Wayan Sidemen 4Ida Pedanda Wayan Sidemen (mendiang) menjadi patut dikatakan sebagai pelopor dalam banyak bidang. Beliau adalah Kepala Pembinaan Rohani Hindu Kodam XVI Udayana dengan pangkat Letnan Satu Tituler. Beliau adalah Sulinggih Pertama yang berani memakai seragam militer. Hal ini mengundang protes Raja Badung dan Paruman Sulinggih di Denpasar. Awalnya jabatan ini diberikan kepada Ida Pedanda Made Kemenuh, di Singaraja. Tetapi Beliau menolak karena harus berpakaian seragam militer.

Beliau menjadi Ketua Parisada Hindu Bali (sekarang Parisada Hindu Dharma Indonesia) yang pertama. Beliau yang mengusulkan agar dibangun Pura Jagatnatha di Kota Denpasar. Semua usul ini tidak disetujui oleh Pemda Bali. Tetapi berkat rekomendasi Pangdam XVI Udayana tentunya atas usul Ida Pedanda, Pura tersebut dapat dibangun.

Selama menjabat Kabinroh Hindu Kodam XVI Udayana, Beliau rajin mengunjungi prajurit yang beragama Hindu di kawasan Nusa Tenggara. Kunjungan ini memotivasi berdirinya Pura Oebananta di Kupang Nusa Tenggara Timur.

Kemudian Ida Pedanda dipromosikan sebagai Kepala Pusat Rohani Hindu TNI AD, di Jakarta. Atas persetujuan KASAD, Beliau banyak merekrut tenaga Rohaniawan Hindu. Ketika itu Dirjen Bimas Hindu belum memiliki Pembimas di berbagai Provinsi seluruh Indonesia. Sehingga rohaniawan Hindu TNI AD juga berperan sebagai pembina umat Hindu di sekitar tempat mereka bertugas.

Atas rekomendasi KASAD dapat dibangun beberapa Pura di Jakarta dan beberapa daerah di luar Bali, umumnya di komplek militer. Di Jakarta sendiri Ida Pedanda Wayan Sidemen berperan aktif dalam Pembangunan 3 Pura, yaitu :

  1. Pura Dalem Purnajati di Tanjung Priok, Jakarta Utara
  2. Pura Aditya Jaya di Rawamangun, Jakarta Timur
  3. Pura Mustika Darma di Cijantung, Jakarta Timur

Ketika membangun Pura Dalem Purnajati, Ida Pedanda ikut menggali dasar Pura dan membuang lumpur ke luar areal Pura. Ini memberi inspirasi seorang pemuda keturunan Cirebon, untuk melakukan hal yang sama. Pemuda itu adalah yang kemudian dikenal sebagai Romo Jati.

Riwayat Hidup Singkat
Pedanda Gde Wayan Sidemen dilahirkan pada tanggal 3 Mei 1918 di Pagesangan Timur Cakranegara Lombok Barat, dengan nama Ida Wayan Dipa. Beliau adalah Putra kedua dari Pedanda Gde Nyoman Sebali dan Pedanda Isteri Made Kekeran. Di Dharma putra (diangkat anak) oleh Pedanda Gde Ketut Buruan waktu itu menjabat sebagai Ketua Pengadilan Raad Kerta (Pengadilan Adat Hindu Lombok).
Pendidikannya sampai H.I.S kelas V berijazah tahun 1932. Beliau diupacarai MEDIKSA menjadi Pedanda pada 25 januari 1947 di Pagesangan Timur dengan nama Pedanda Gde Wayan Sidemen.

Sebelum didiksa beliau pernah sebagai Magang di Kantor Jaksa Landraad Lombok (1933-1938). Lalu jadi juru tulis pada Raad Sasak Lombok (1938-1943). Pada masa Jepang tahun 1943, Beliau membentuk Seinendan (Barisan Pemuda) sebagai Hantyo dan kemudian Budantyo (Pimpinan Barisan Pemuda) untuk Pagesangan dan Cakranegara. Kemudian tahun 1944 masuk barisan "Bo'eisantai" (Barisan Pelopor) untuk perjuangan kemerdekaan.

Di bidang keagamaan dan kemasyarakatan sesudah didiksa pada tahun 1947, Beliau membentuk Paruman Para Pendeta (PPP) Cabang Lombok dan duduk sebagai wakil ketuanya. Pada tahun 1951 membentuk cabang Panti Agama Hindu Lombok sebagai pendamping PPP yang merupakan organisasi yang bergerak di bidang sosial dan keagamaan dan duduk juga sebagai Wakil Ketuanya.

Kegemarannya adalah melaksanakan Tapa Brata dan Yoga Samadhi. Berbagai macam Tapa Brata telah Beliau laksanakan dari mulai teringan sampai yang terberat. Beliau tekun melaksanakan Tirtha Yatra ke berbagai pelosok tempat dan hampir sebagian besar tempat Suci (gunung, mata air, dan Pura) yang ebrada di Lombok, Bali serta Jawa telah Beliau kunjungi.

Ida Pedanda Gde Wayan Sidemen 3

 Sebagai Pembina Rohani Hindu TNI Angkatan Darat
Tugasnya di militer dimulai pada Corps Pemeliharaan Rohani Angkatan Darat (CPRAD) Bagian Hindu Bali pada Resimen Infanteri 26/VII yang bermarkas di Denpasar, tahun 1962. Ketika itu Res.Inf. 26 dan berada di bawah Komando Teritorium VII berkedudukan di Makasar (Ujung Pandang) belum ada Staf Resimen yang menangani masalah pembinaan Kerohanian bagi anggota-anggota militer yang beragama  Hindu Bali beserta keluarganya.

Pedanda Gde Wayan Sidemen (masih berpangkat Sipil) diangkat sebagai Kepala CPRAD, bagian Hindu Bali sebagai tenaga penuh sejak 1 januari 1955. Sebelumnya tugas-tugas ini ditangani secara paruh waktu oleh Pedanda Gde Ngenjung dari Panti Agama Hindu Bali Singaraja, dan Beliau mengundurkan diri karena usia sudah lanjut.

Tahun 1957, Res.Inf 26/VII menjadi Komando Daerah Militer Nusa Tenggara (KDMNT) dan pada tahun 1959 dirubah lagi menjadi KODAM XVI/UD. CPRAD Bagian Hindu Bali menyesuaikan diri menjadi Rawatan Rohani Hindu Bali DAM XVI/UD.

Tugas - tugas pembinaan kerohanian Hindu dengan berfungsinya dinas ini menjadi lancar terutama mengenai peribadatan, pendidikan dan ceramah keagamaan.
Pedanda Gde Wayan Sidemen diangkat pada  tanggal 1 juni 1957 sebagai Militer Tituler dengan pangkat Letnan Satu. Dengan demikian maka beliaulah satu-satunya Pedanda yang untuk pertama kali menggunakan pakaian seragam hijau Angkatan Darat (A.D) pada waktu dinas dan sebelum ini tidak pernah ada. Pada waktu itu belum ada satupun Pedanda yang berani melakukannya.

Seperti telah disebutkan diatas, Beliau adalah Pendiri Parisada Hindu Bali yang terbentuk pada tanggal 23 Februari 1959 dan langsung diangkat sebagai Ketua Umumnya. Kemudian pada tahun 1961 Beliau memprakarsai penyelenggaraan Pesamuan Agung (Rapat Besar) para Pandita/Pedanda dan Para Walakanya di Campuan Ubud Gianyar Bali yang merupakan sejarah bagi umat Hindu karena hasil rapat tersebut kemudian berarti sangat penting sebagai landasan dalam perjuangan, perkembangan dan pembinaan umat Hindu secara menyeluruh.

Ida Pedanda Gde Wayan Sidemen telah dipanggil oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa pada tanggal 19 Agustus 1979 (dalam usia 61 tahun). Tugasnya sebagai Pedanda diteruskan oleh kedua Putra Beliau , yaitu : Ida Pedanda Singarsa di Cimahi Jawa Barat dan Ida Pedanda Putra di Ciledug Jakarta Barat. Dan Semangatnya membangun Pura diteruskan oleh Romo Puja Brata Jati, seorang Pandita kelahiran Indramayu, Jawa Barat.

sumber : Majalah Media Hindu Oktober 2009, halaman 12-13
oleh : Ari Santoso / Jakarta
Foto : Gusti Made Windu
Discan & Ditulis ulang : Rary Triguntara